Ahzaa.Net: Sistem Politik Etis
Politik Etis di Masa Kolonial : Latar Belakang, Program, dan Dampak bagi Kemajuan Pendidikan Bangsa Indonesia

Politik Etis di Masa Kolonial : Latar Belakang, Program, dan Dampak bagi Kemajuan Pendidikan Bangsa Indonesia

Pemerintah Hindia Belanda memeroleh keuntungan sebesar- besarnya pada penerapan sistem tanam paksa, namun kaum moralis- libralis mengecamnya hingga puncaknya adalah penerbitan dua buku karya Douwes Dekker dan Fransesn de Pute yang mendesak pembubaran dari Sistem Tanam Paksa. 

Salah satu tokoh moralis- liberalis yang juga seorang politikus dan intelektual di Hindia Belanda, Conraad Theodore Van Deventer. Melalui tulisannya, “Een Eereschlud’ (utang kehormatan), yang dimuat di majalah  De Gids pada tahun 1899, ia mengungkapkan bahwa pemerintah Hindia Belanda telah memanfaatkan sebesar- besarnya wilayah jajahan untuk membangun negeri mereka dan memperoleh keuntungan yang besar. Oleh sebab itu, Pemerintah Belanda seharusnya membayar utang budi tersebut dengan mensejahterakan rakyat di negara jajahan khususnya Indonesia. 

Photo by Hello I'm Nik on Unsplash

Tulisan Van Deventer tersebut menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Kalangan yang setuju atau pro berpendapat bahwa pihak pemerintah wajib mengembalikan hasil keuntungan dari eksploitasi yang dilakukan melalui peningkatan kesejahteraan bidang kehidupan, pendidikan dan peran masyarakat dalam pemerintahan. 

Pemerintah Belanda memandang serius atas kritikan tersebut hingga mengeluarkan suatu kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat jajahan yaitu Hindia Belanda melalui kebijakan Politik Etis.

Sistem Politik Etis dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander W.F. Idenburg. Ia kemudian diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1909-1916).

Program Politik Etis
Terdapat tiga program politik etis yang dicanangkan yaitu irigasi, edukasi dan transmigrasi. Kebijakan politik Belanda atas negeri jajahan atas munculnya Politik Etis ini mengalami perubahan dalam hal pandangan. Hal tersebut dapat terlihat dari berbagai pembangunan infrastruktur seperti pembangunan jalur kereta api Jawa dan Madura dan alat transportasi trem- trem listrik di kota- kota besar yang mulai dioperasikan pada masa tersebut. Pada bidang pertanian, dibangunnya irigasi- irigasi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu pengiriman tenaga- tenaga kerja murah ke daerah perkebunan di Sumatra. 

Selain infrastruktur dan pertanian, bidang pendidikan juga mulai mengalami perkembangan. Hal ini ditandai dengan perluasan pendidikan gaya barat sebagai model pendidikan modern. Pendidikan dapat menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan oleh negara dan pihak swasta. 

Bidang Pendidikan
Sistem pendidikan gaya barat membuka peluang munculnya kaum intelektual bumiputra yang kemudian memicu kesadaran bersama bahwa rakyat bumiputra harus mampu bersaing dengan bangsa- bangsa lainnya dalam mencapai kemajuan. Golongan- golongan intelektual sebagian besar dari kalangan yang berprofesi sebagai guru maupun jurnalis. Melalui pendidikan dan jurnalisme, maka pemikiran dapat disalurkan dalam hal kemajuan bangsa dan arahnya kepada pembebasan bangsa dari segala bentuk penindasan kolonialisme. 

Pendirian Sekolah
Pada tahun 1900, sudah ada 169 Eurepese Lagree School (ELS) di seluruh Hindia Belanda dimana para siswanya dapat melanjutkan pendidikan ke STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) ke Batavia atau Hoogeree Burgelijk School (HBS) di Surabaya. STOVIA merupakan Sekolah Dokter Jawa  di Batavia yang dikenal akan kaum- kaum aktivisnya sebagai tokoh pergerakan kebangsaan. Selain itu terdapat pula sekolah OSVIA yaitu sekolah untuk calon pegawai sebanyak enam buah. 

Sekolah untuk para guru pun dikembangkan, yaitu dibangunnya beberapa sekolah guru meskipun sebenarnya sekolah guru (Kweekkschool)sudah di awali dibuka di Solo sejak 1852. 

Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan di Indonesia dimulai dengan jenjang pendidikan dasar atau Hollands Inlandse School (HIS) kemudian Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).  Sekolah lanjutan dari sekolah tersebut adalah jenjang menengah yaitu Algemene Middelbare School (AMS), ataupun sekolah  Hogere Burger School (HBS).

Khusus untuk kaum pribumi terdapat “Sekolah Kelas Satu” dimana para siswanya berasal dari anak-anak golongan atas yang nantinya akan menjadi pegawai. Selain itu terdapat pula sekolah kelas dua (sekolah ongko loro) yang diperuntukkan khusus untuk rakyat pada umumnya.  

Dampak Kemajuan Pendidikan
Sekolah atau pendidikan pada penerapan sistem politik etis secara tidak langsung memengaruhi pemikiran kaum pribumi bahwa pendidikan merupakan hal yang penting. Selain itu pendidikan akan mempercepat proses modernisasi dan munculnya kaum terpelajar yang nantinya akan membawa pada kesadaran nasionalisme.

Nah, itulah Politik Etis di Masa Kolonial, bagaimana latar belakang, program, dan dampaknya bagi kemajuan pendidikan bangsa Indonesia. Semoga bermanfaat. 

Formulir Kontak