Ahzaa.Net: PAIBP SMA
Materi PAIBP SMA : Sholat Jumat, Pengertian, Wajib, Sunnah dan Tata Cara Mengerjakannya

Materi PAIBP SMA : Sholat Jumat, Pengertian, Wajib, Sunnah dan Tata Cara Mengerjakannya

Hari Jumat bagi umat Islam adalah penghulu hari (sayyidul ayyam). Hari Jumat pun bagi umat Islam dianggap sebagai hari yang istimewa. Nabi Adam a.s diciptakan pada hari Jumat dan dimasukkan ke dalam surga pada hari yang sama. 

Image by Mario Vogelsteller from Pixabay 

Pada hari Jumat juga nabi Adam a.s dikeluarkan dari surga  menuju bumi. Selain itu, hari kiamat juga terjadi pada hari Jumat. 

Pada hari Jumat, diyakini sebagai waktu yang mustajab untuk berdoa dan diampuninya dosa- dosa  hingga datang hari Jumat berikutnya. 

Salah satu ibadah yang dilaksanakan pada hari Jumat adalah Sholat Jumat. Apakah sholat Jumat itu, wajibnya dan sunnahnya? Berikut pembahasannya. 

Pengertian Sholat Jumat
Sholat Jumat merupakan sholat dua rakaat yang dilaksanakan pada hari Jumat secara berjamaah setelah khutbah Jumat dan setelah masuk waktu dhuhur. Untuk dapat melakukan sholat Jumat, maka jamaah yang hadir harus berjumlah minimal 40 orang dilaksanakan di masjid yang dapat menampung banyak jamaah. 

Hukum sholat Jumat bagi laki- laki adalah wajib. Hal ini berdasarkan dalil sholat Jumat yang diambil dari Al Quran, as sunnah dan Ijma atau kesepakatan para ulama. Dalam Al Quran Surah Al Jumuah ayat 9 diserukan bahwa agar orang- orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan sholat Jumat, maka untuk bersegera mengingat Allah dan meninggalkan jual beli. 

Sementara itu, nabi juga bersabda melalui hadis Thariq bin Syihab yang berarti "Jumatan adalah hak yang wajib atas setiap muslim dengan berjamaah, selain atas empat golongan, yakni budak sahaya, wanita, anak kecil atau orang yang sakit." (HR Abu Dawud) 

Yang Diwajibkan Sholat Jumat 
Ada beberapa syarat yang menjadikan siapa saja yang diwajibkan untuk menunaikan sholat Jumat diantaranya : 
  1. Muslim, yang sudah baligh dan berakal. Anak laki- laki yang belum baligh belum mendapatkan kewajiban untuk melaksanakan sholat Jumat, namun bagi anak laki- laki yang sudah mumayyiz (berumur sekitar 7 tahun) maka orang tua atau walinya wajib memerintahkan anak tersebut untuk menghadiri sholat Jumat. 
  2. Laki- laki. Sholat Jumat tidak diwajibkan untuk melaksanakan sholat Jumat, namun hukumnya bagi yang menunaikannya adalah mubah. 
  3. Orang yang merdeka. Sholat Jumat wajib bagi orang yang merdeka, bukan budak hamba sahaya. Ada beberapa perbedaan antar ulama berkaitan dengan hal ini. Pasalnya, hamba sahaya atau budak sangat diperlukan tenaganya sehingga mereka tidak akan leluasa untuk melaksanakan sholat Jumat. Akan tetapi apabila tuannya mengizinkan untuk melaksanakan sholat Jumat, maka mereka wajib melaksanakan sholat Jumat karena tidak ada yang menghalangi. 
  4. Orang yang bermukim. Orang yang menetap dan bukan musafir wajib melaksanakan sholat Jumat. 
  5. Orang yang tidak memiliki halangan atau uzur yang dapat mencegahnya untuk melaksanakan sholat Jumat. Jika orang tersebut memiliki halangan, maka dia hanya wajib untuk melaksanakan sholat dhuhur saja. Orang- orang yang memiliki uzur dan diperbolehkan meninggalkan sholat Jumat adalah orang yang memiliki tanggung jawab  keamanan dan kemaslahatan umat, seperti petugas keamanan, dokter dan sebagainya. 
  6. Orang sakit yang tidak memungkinkan menghadiri sholat Jumat dan akan menemui kesulitan untuk melaksanakannya. 

Bagi yang diwajibkan melaksanakan sholat Jumat, namun tidak mengerjakannya dengan uzur syar'i, maka hukum meninggalkan sholat Jumat adalah haram. 

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Malik, Bahwa barangsiapa yang meninggalkan sholat Jumat tiga kali tanpa sebab, maka Allah akan mengunci mata hatinya. (HR Malik) 

Dalam hadis lain diriwayatkan, bahwa barangsiapa yang tidak mengerjakan sholat Jumat tiga kali karena meremehkannya maka Allah akan mengunci mata hatinya. (HR At Tirmidzi). 

Sunnah Sholat Jumat 
Berikut ini beberapa sunnah sholat Jumat yang dapat dilakukan sebelum  dan sesudah sholat JUmat. Beberapa sunnah yang dilakukan diantaranya :
  • Mandi 
  • Memotong kuku 
  • Memakai pakaian yang rapi dan bersih , diutamakan berwarna putih. 
  • Memakai wangi- wnagian 
  • Berdoa ketika keluar rumah. 
  • Segera menuju ke masjid dengan berjalan kaki perlahan- lahan dan tidak banyak bicara 
  • Melangkah dengan kaki kanan ketika masuk ke masjid dan membaca doa. 
  • Melaksanakan sholat tahiyyatul masjid. 
  • I'yikaf sambil membaca al Quran , berdzikir dan bersholawat  ketika khatib belum naik ke mimbar, namun apabila khatib sudah naik ke mimbar, maka wajib menghentikan bacaan dzikir  atau bacaan Al Quran dan mendengarkan khutbah Jumat. 

Sementara itu, sunnah- sunnah yang dilakukan setelah sholat Jumat adalah sebagai berikut :
  • Membaca dzikir
  • Mengerjakan sholat sunnah bakdiyah Jumat saat di masjid atau ketika telah berada di rumah. 

Tata Cara Sholat Jumat 
Niat Sholat Jumat
Niat sholat Jumat dibaca dengan lafadz, Usholli fardholjum'ati rok'ataini mustaqbilal qiblati  adaan lillaahi ta'ala yang artinya Aku niat sholat fardhu jumat dua rakaat menghadap kiblat mengikuti imam karena Allah Ta'ala. 

Setelah membaca niat, maka dilaksanakan sholat dengan rukun- rukun seperti biasa seperti halnya sholat lainnya. Pelaksanaan sholat Jumat sama seperti sholat- sholat lainnya, yang membedakannya adalah niatnya. 

Permasalahan dalam Sholat Jumat 
Wanita yang sholat di rumah
Wanita tidak diwajibkan untuk melaksanakan sholat Jumat, namun diperbolehkan untuk mengikuti sholat Jumat di masjid. Apabila wanita sholat sendiri di rumahnya maka ia sholat dhuhur, sebagaimana laki- laki yang tidak bisa mengikuti sholat Jumat. 

Makmum masbuk dari sholat Jumat 
Makmum masbuk atau makmum yang tertinggal dari sholat Jumat yang masih mendapatkan rakaat imam, maka ia dapat menggenapi rakaat yang kurang. Seseorang dianggap mendapatkan rakaat imam jika mendapatkan ruku'  bersama imam. Namun apabila ia sudah tidak mendapatkan rakaat imam, maka ia melakukan shalat empat rakaat  yaitu shalat dhuhur, karena ia kehilangan jamaah yang merupakan syarat dari sholat Jumat. 

Demikian beberapa hal yang mesti diketahui tentang sholat Jumat. Semoga pembahasan ini dapat membantu teman- teman dalam belajar khususnya materi sholat Jumat di jenjang SMA. Semoga bermanfaat.

Salam. 
Mandi Wajib dan Mandi Sunah, Yuk Ketahui Perbedaannya

Mandi Wajib dan Mandi Sunah, Yuk Ketahui Perbedaannya

Mandi dapat diartikan sebagai aktivitas mengalirkan air ke seluruh tubuh untuk menghilangkan hadas. Ada dua jenis mandi yaitu mandi wajib dan mandi sunnah. Mandi wajib disebut juga sebagai mandi besar yang dilakukan oleh sebab- sebab tertentu. 

Gambar oleh Arek Socha dari Pixabay

Mandi wajib 
  1. Mandi besar hukumnya wajib dilakukan oleh seseorang yang mengalami hal- hal tertentu. Adapun orang yang diwajibkan untuk melakukan mandi wajib adalah sebagai berikut :
  2. Melakukan persetubuhan. Sebagaimana sabda nabi SAW yaitu jika ada dua kelamin yang berlainan bertemu (melakukan  persetubuhan) maka diwajibkan mandi. (HR Muslim).
  3. Mimpi basah atau mengeluarkan sperma. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya air (sperma) itu dari (mewajibkan) seseorang untuk mengambil air (wajib mandi) (HR Bukhori Muslim)
  4. Wanita yang selesai mengalami menstruasi atau nifas. Hal ini seperti disabdakan Nabi SAW yang artinya Rasul bersabda kepada Fatimah: jika engkau mengalami haid, maka janganlah kamu melakukan shalat. Dan jika haidmu itu telah berhenti, maka mandilah dan kerjakanlah shalat. (HR Bukhori Muslim)
  5. Wanita yang nifas (mengeluarkan darah setelah melahirkan)

Rukun- rukun Mandi
Adapun rukun- rukun untuk mandi adalah sebagai berikut,
  1. Niat untuk membersihkan diri dari hadas besar dengan membaca Nawaitul ghusla liraf'il hadatsil akbari fardhal lillahi ta'ala. Artinya: "Aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar fardhu karena Allah Ta'ala."
  2. Mengalirkan air ke seluruh tubuh hingga meresap ke dalam kulit
  3. Menghilangkan najis yang melekat di tubuhnya

Kesunahan ketika Mandi
Beberapa kesunahan ketika melaksanakan mandi adalah sebagai berikut :
  • Membaca basmalah terlebih dahulu 
  • Melaksanakan wudhu sebelum mandi 
  • Menggosok seluruh tubuh dengan tangan dan sabun 
  • Dilakukan dengan bersambung hingga selesai 
  • Mendahulukan badan dan anggota badan sebelah kanan dan mengakhirkan pada bagian badan sebelah kiri.

Orang yang berhadas besar, maka orang tersebut diharamkan untuk melakukan hal atau perbuatan sebagai berikut :
  • melaksanakan shalat 
  • melaksanakan thawaf di Makkah 
  • menyentuh Al Quran yang tidak ada terjemahannya 
  • membaca Al Quran yang tidak mempunyai terjemahannya 
  • membaca Al Quran 
  • melaksanakan iktikaf di masjid 


Mandi Sunah 
Seseorang disunahkan mandi pada waktu akan melaksanakan beberapa hal berikut ini,
  • melaksanakan taharah Jumat 
  • melaksanakan taharah hari raya 
  • melaksanakan taharah Istisqo
  • melaksanakan taharah gerhana matahari dan bulan 
  • orang yang masuk Islam 
  • setelah sembuh dari gila maupun ayan
  • ketika akan melaksanakan ihram 
  • ketika akan memasuki kota Makkah 
  • ketika akan melaksanakan wukuf di Arafah 
  • ketika akan melempar Jumrah (bagi jamaah haji dan umroh)
  • ketika akan thowaf Ka'bah

Demikian tentang mandi wajib dan mandi sunnah. Semoga tulisan ini mmeudahkan teman- teman dalam belajar materi PAIBP khususnya pada bab tentang mandi wajib dan mandi sunah. Semoga bermanfaat.

Salam. 
Ketahui tentang Tayamum, Syarat, Rukun, Kesunahan dan Hal- Hal yang Membatalkannya

Ketahui tentang Tayamum, Syarat, Rukun, Kesunahan dan Hal- Hal yang Membatalkannya

Arti tayamum secara bahasa adalah  bermaksud atau menyengaja, sedangkan menurut istilah, tayamum dimaknai meratakan debu ke wajah dan kedua tangan dengan syarat- syarat tertentu. Adapun syarat- syarat tayamum adalah sebagai berikut,
  • Adanya udzur atau hal- hal yang memperbolehkan seseorang melakukan sesuatu yang dilarang seperti dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan. Hal ini seperti dalam firman Allah Swt yang berarti maka mereka tidak menemukan air (untuk bersuci) maka bertayamumlah kamu dengan debu yang suci. 
  • Tayamum menggunakan debu yang suci
  • Tayamum dikerjakan ketika waktu shalat tiba dan belum menemukan air untuk berwudhu. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW, Rasulullah bersabda : bumi dijadikan untukmu sebagai masjid dan debunya adalah suci. Tatkala aku menemui waktu shalat (belum menemukan air) maka aku melakukan tayamum lalu aku melaksanakan shalat. (HR Muslim)
  • Tayamum dikerjakan menggunakan dua debu yang berbeda, pertama untuk wajah dan kedua untuk tangan hingga siku- siku. Seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi, bahwa Rasulullan bersabda : tayamum adalah menggunakan satu bagian untuk wajah dan satu bagian untuk kedua tangan hingga siku- siku.
Image by Mario Vogelsteller from Pixabay 

Rukun - Rukun Tayamum
Tayamum dilakukan melalui rukun- rukun tertentu yaitu 
  1. Niat untuk melaksanakan tayamum dengan bacaan Nawaitu tayammuma li istibaakhati sholati lillahi ta'ala yang artinya: "Aku berniat tayamum agar diperbolehkan sholat karena Allah ta'ala."
  2. Mengusapkan debu hingga rata ke seluruh tubuh 
  3. Mengusapkan debu dengan rata kedua tangan hingga  kedua siku- siku
  4. Dilaksanakan secara tertib atau urut

Sunah- Sunah Tayamum
Adapun sunah- sunah yang dapat dikerjakan ketika tayamum adalah membaca basmalah, mendahulukan anggota bagian kanan dan mengakhiri dengan anggota kiri. Selain itu kesunahan tayamum adalah dilakukan dengan bersambung.

Hal- hal yang membatalkan tayamum
Tayamum, seperti halnya wudhu juga memiliki hal- hal yang dapat membatalkannya. Beberapa hal yang membatalkan tayamum adalah seperti halnya hal- hal yang membatalkan wudhu. Tayamum juga akan batal ketika orang yang tayamum tersebut melihat air sebelum melaksanakan shalat. Hal terakhir yang membatalkan tayamum adalah keluar dari agama Islam (murtad)

Orang yang tidak bertayamum maupun berwudhu dilarang melaksanakan shalat, thowaf dan menyentuh dan membawa Al Quran. 

Demikian tentang tayamum, syarat, rukun, sunah dan hal- hal yang membatalkannya. Semoga tulisan ini memudahkan teman- teman dalam belajar tentang tayamum. Semoga Bermanfaat.

Salam.
Materi PAIBP SMA SMK : Mengenal Tata Cara Wudhu, Syarat dan Rukun, Sunah- Sunah, dan Hal yang Membatalkannya

Materi PAIBP SMA SMK : Mengenal Tata Cara Wudhu, Syarat dan Rukun, Sunah- Sunah, dan Hal yang Membatalkannya

Wudhu secara bahasa diartikan sebagai sesuatu yang kecil, sedangkans ecara istilah, wudhu adalah membersihkan diri dari hadas kecil. Sebagai syarat sah shalat, maka setiap muslim harus bisa melakukannya dengan benar melalui rukun- rukun dan syaratnya. Firman Allah berkaitan dengan wudhu disampaikan melalui QS Al Maidah ayat 6 yaitu, 

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا قُمۡتُمۡ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغۡسِلُوۡا وُجُوۡهَكُمۡ وَاَيۡدِيَكُمۡ اِلَى الۡمَرَافِقِ وَامۡسَحُوۡا بِرُءُوۡسِكُمۡ وَاَرۡجُلَكُمۡ اِلَى الۡـكَعۡبَيۡنِ‌ ؕ وَاِنۡ كُنۡتُمۡ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوۡا‌ ؕ وَاِنۡ كُنۡتُمۡ مَّرۡضَىٰۤ اَوۡ عَلٰى سَفَرٍ اَوۡ جَآءَ اَحَدٌ مِّنۡكُمۡ مِّنَ الۡغَآٮِٕطِ اَوۡ لٰمَسۡتُمُ النِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُوۡا مَآءً فَتَيَمَّمُوۡا صَعِيۡدًا طَيِّبًا فَامۡسَحُوۡا بِوُجُوۡهِكُمۡ وَاَيۡدِيۡكُمۡ مِّنۡهُ‌ ؕ مَا يُرِيۡدُ اللّٰهُ لِيَجۡعَلَ عَلَيۡكُمۡ مِّنۡ حَرَجٍ وَّلٰـكِنۡ يُّرِيۡدُ لِيُطَهِّرَكُمۡ وَ لِيُتِمَّ نِعۡمَتَهٗ عَلَيۡكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُوۡنَ‏


Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.

Gambar oleh Ahmad Ardity dari Pixabay 

Syarat- Syarat Wudhu
Untuk melaksanakan wudhu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya sebagai berikut,
  1. Islam
  2. Tamyiz, yaitu orang yang dapat membedakan antara yang baik dan buruk
  3. Tidak dalam keadaan kotor tubuhnya, yaitu sedang berak atau kencing.
  4. Orang yang berwudhu tidak dalam keadaan haid, nifas maupun wiladah.
  5. Bagi orang yang sedang terkena beser atau istihadloh, wudhu dilakukan ketika masuk shalat.

Rukun- Rukun Wudhu
Wudhu dilakukan dengan beberapa rukun yang berurutan, yaitu 
  1. Niat wudhu. Niat wudhu dilakukan ketika membasuh muka, sebagaimana sabda Nabi SAW, yang artinya sesungguhnya sahnya setiap perbuatan seseorang ditentukan oleh niat dan sesungguhnya (tujuan hidup) seseorang juga tergantung niatnya (HR Bukhori dan Muslim).
  2. Membasuh muka hingga merata 
  3. Membasuh kedua tangan hingga siku- siku 
  4. Mengusap sebagian kepala 
  5. Membasuh kedua kaki hingga mata kaki 
  6. Tertib

Sunnah - Sunnah Wudhu
Selain syarat dan rukun wudhu, ada pula sunnah- sunnah yang dapat dikerjakan dalam berwudhu yaitu
  1. Membaca basmallah sebelum melaksanakan wudhu, sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya sesungguhnya Rasul SAW telah meletakkan (memasukkan) tangannya ke dalam wadah seraya bersabda kepada para sahabatnya: Lakukanlah wudhu dengan menyebut nama Allah  (membaca basmalah).
  2. Membersihkan mulut dan hidung terlebih dahulu dengan air, hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya, Diantara kesepuluh kesunatan (ketika berwudhu)  yang paling ditekankan oleh Nabi adalah berkumur,  dan menghisap air (lewat hidungnya).
  3. Mengusap semua rambut kepala 
  4. Mengusap kedua telinga, hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang artinya, sahabat Abdullah bin Zaid berkata : Aku melihat Rasul sedang berwudhu kemudian beliau mengambil air untuk mengusap kedua telinga, yaitu air yang berbeda dengan air yang dipergunakan untuk mengusap kepalanya (HR. Hakim dan Baihaqi).
  5. Dilakukan secara berkelanjutan dalam waktu yang sama 
  6. Meratakan air ke dalam sela- sela jenggotnya yang lebat, sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya, ketika Rasul sedang berwudhu maka beliau mengusap jenggotnya yang muelia denghan jari- jari beliau mulai dari tempat tumbuhnya jenggot (hingga ujung jenggot).
  7. Mengalirkan air hingga merata ke sela- sela jari kedua tangan dan kaki, sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda : jika kamu melakukan wudhu, maka ratakanlah air di sela- sela kadua jari tangan dan kakimu ( HR Ibnu Majjah dan Tarmidzi).
  8. Mendahulukan anggota badan sebelah kanan dengan mengakhiri anggota kiri. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW , yang artinya Rasul SAW telah bersabda : Jika kamu melakukan wudhu, maka lakukanlah dengan mendahulukan anggota badan wudhu yang sebelah kanan (HR Abu Dawud dan Ibnu Majjah).
  9. Pelaksanaan wudhu dilaksanakan sebanyak tiga kali.
  10. Melakukan sikat gigi terlebih dahulu.
  11. Membaca doa setelah wudhu, yaitu 

أَشْهَدُ أَنْ لآّاِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ


 Hal- Hal yang membatalkan Wudhu
Ada beberapa hal yang membatalkan wudhu, diantaranya sebagai berikut :
  1. Mengeluarkan sesuatu dari salah satu dua jalan, yaitu kelamin dan jalan belakang
  2. Hilang akal yang disebabkan karena tidur, mabuk atau yang lainnya
  3. Bersentuhan kulitnya seseorang dengan lawan jenisnya yang tidak mahram tanpa penghalang apapun
  4. Menyentuh alat kelamin sendiri, sebagaimana sabda Nabi SAW, yang artinya Rasul SAW bersabda jika seseorang memegang alat kelaminnya sendiri, maka hendaklah (dia wajib) berwudhu kembali (HR Imam Syafi'i, Malik dan Abu Dawud)

Demikian pembahasan materi tentang wudhu baik tata caranya, syarat- syarat, rukun, sunah dan hal- hal yang membatalkannya. Semoga memudahkan teman- teman dalam belajar materi tentang wudhu. Nantikan materi- materi PAIBP lainnya hanya di AhzaaNet.

Semoga Bermanfaat.

Salam.
Bersuci dari Kotoran (Istinja),  Pengertian, Syarat- Syarat dan Adab Buang Air

Bersuci dari Kotoran (Istinja), Pengertian, Syarat- Syarat dan Adab Buang Air

Hai sahabat Ahzaa, pembelajaran kali ini adalah tentang bersuci dari kotoran atau istinja'. Pada bagian ini akan di bahas tentang istinja' itu apa, syarat- syarat istinja' dengan media yang diperbolehkan serta adab buang air termasuk hal- hal yang dilarang saat buang air. 

Gambar oleh bess.hamiti@gmail.com dari Pixabay

Pengertian Istinja
Istinja' menurut bahasa berarti selamat atau terlepas. Berdasarkan istilah, istinja' merupakan bersuci selepas buang air besar atau buang air kecil. Beristinja' dilakukan dengan air, namun apabila tidak terdapat air, maka dapat dilakukan dengan media lainnya seperti batu, daun, kayu kertas dan sebagainya.

Beristinja' dengan media selain air seperti dengan batu atau benda yang kasat atau keras haruslah memenuhi syarat- syarat tertentu. Berikut penjelasannya,

Syarat- Syarat Beristinja' dengan batu atau benda kasat dan keras
  • Batu atau benda itu kasat atau keras
  • Batu atau benda itu tidak dihormati, seperti bahan makanan atau  batu masjid 
  • Batu diusap sekurang- kurangnya tiga kali sampai bersih
  • Najis yang dibersihkan belum sampai kering 
  • Najis itu tidak pindah dari tempat keluarnya 
  • Najis itu tidak bercampur dengan benda lain 

Adab Saat Beristinja'
Adapun beberapa adab ketika buang air adalah sebagai berikut :
  • Mendahulukan kaki kiri pada saat masuk ke dalam WC
  • Membaca doa ketika masuk ke WC yaitu "Bismillahi, Allahumma inni a'udzu bika minal khubutsi wal khabaitsi." Artinya: "Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari godaan iblis jantan dan betina."
  • Mendahulukan kaki kanan saat keluar dari WC
  • Membaca doa pada waktu keluar WC, yaitu "Ghufranaka. Alhamdulillahilladzi azhaba 'annil adzaa wa'aafaanii" . Artinya: "Dengan mengharap ampunan-Mu, segala puji milik Allah yang telah menghilangkan kotoran dari badanku dan yang telah menyejahterakan."
  • Pada waktu buang air hendaknya memakai alas kaki 
  • Istinja' dilakukan dengan tangan kiri.

Hal yang dilarang saat Beristinja'
Saat beristinja' ada beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan, yaitu : 
  • Buang air di tempat terbuka
  • Buang air di air yang tenang 
  • Buang air di lubang- lubang 
  • Buang air di tempat yang mengganggu orang lain 
  • Buang air di pohon yang sedang berbuah 
  • Bercakap- cakap sewaktu buang air kecuali terpaksa 
  • Menghadap kiblat atau membelakanginya

Demikian rangkuman materi tentang istinja' yang mencakup pengertian, syarat- syarat dan adab ketika buang air. Semoga tulisan di atas dapat membantu teman- teman dalam belajar khususnya pada mayteri istinja'. Semoga bermanfaat.

Salam. 




Mengenal Macam- Macam Najis dan Tata Cara Thaharahnya

Mengenal Macam- Macam Najis dan Tata Cara Thaharahnya

Najis berasal dari bahasa arab yang berarti kotoran. Sementara menurut istilah, najis adalah suatu benda yang kotor yang mencegah sahnya mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci.

Gambar oleh WAQAR AHMAD dari Pixabay

Macam- Macam Najis dan Tata Cara Thaharahnya
Dalam hukum Islam, ada tiga macam najis, yaitu najis mukhaffafah, najis mutawassitah, dan najis mughalazah. 

1. Najis Mukhaffafah
Najis Mukhaffafah merupakan najis yang ringan, seperti air seni bayi laki- laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan apapun kecuali air susu ibu. Cara menyucikannya sangat mudah, cukup dengan memercikkan atau mengusapkan air yang suci pada permukaan yang terkena najis.  

وَعَنْ أَبِي اَلسَّمْحِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – – يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ اَلْجَارِيَةِ, وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ اَلْغُلَامِ – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم ُ

Dari Abu Samah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i. 

2. Najis Mutawassitah
Najis Mutawassitah merupakan najis pertengahan atau sedang. Yang termasuk dalam golongan najis ini adalah sebagai berikut :
  • Bangkai binatang
  • Darah 
  • Nanah
  • Muntah 
  • Kotoran manusia dan binatang
  • Arak (khamr)


وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ اَلْمَسْجِدِ, فَزَجَرَهُ اَلنَّاسُ, فَنَهَاهُمْ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ; فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ. – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu berkata:Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam menyuruh untuk diambilkan setimba air lalu disiramkan di atas bekas kencing itu.” Muttafaq Alaihi.

Macam Najis Mutawassitah
Adapun najis mutawassitah ada dua macam yaitu najis hukmiyah dan najis 'ainiyah.

Najis hukmiyah adalah najis yang diyakini adanya namun tidak nyata wujudnya (zatnya), bau, dan rasanya. Contohnya adalah airt kencing yang sudah kering yang terdapat pada pakaian atau lainnya. Adapun cara menyucikannya adalah dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis. Apabila bekas najis tersebut yang sudah dicuci berulang- ulang  masih juga tidak dapat dihilangkan semuanya, maka yang demikian itu dapat dimaafkan.

Najis 'ainiyah, yaitu najis yang tampak wujudnya (zatnya) dan bisa diketahui melalui bau dan rasanya. Cara menyucikannya adalah menghilangkan najis 'ainiyahnya dengan cara membuang dan menggosoknya hingga bersih dan diyakini sampai hilang zat, rasa, warna, dan baunya dengan menggunakan air yang suci. 

3. Najis Mughalazah
Najis Mughalazah merupakan najis yang berat. Najis ini bersumber dari anjing dan babi. Cara menyucikannya melalui beberapa tahap, yaitu dengan membasuh air sebanyak tujuh kali, salah satu diantaranya dengan menggunakan air yang bercampur dengan tanah.   

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ
أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ – أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:Sucinya tempat air seseorang diantara kamu jika dijilat anjing ialah dengan dicuci tujuh kali, yang pertamanya dicampur dengan debu tanah.” Dikeluarkan oleh Muslim. Dalam riwayat lain disebutkan: “Hendaklah ia membuang air itu.” Menurut riwayat Tirmidzi: “Yang terakhir atau yang pertama (dicampur dengan debu tanah).

Demikian tentang Macam- Macam Najis dan Tata Cara Thaharahnya. Semoga tulisan di atas bermanfaat buat teman- teman semuanya. 

Salam. 
Mengenal Hukum Islam, Pengertian dan Sumber- Sumbernya

Mengenal Hukum Islam, Pengertian dan Sumber- Sumbernya

Sumber hukum adalah nama lain dari kata dalil syara' yang berasal dari bahasa Arab. Menurut bahasa, dalil berarti sesuatu yang menunjukkan hal- hal yang dapat ditangkap secara indrawi atau maknawi. Sementara itu menurut fiqih, dalil merupakan sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk bagi pandangan yang sehat untuk menetapkan hukum tentang amal perbuatan manusia di dunia.

Gambar oleh WAQAR AHMAD dari Pixabay

Sumber hukum merupakan gabungan dari dua kata yang memiliki arti yang sama dengan istilah Ushul Hikam yang berarti dasar hukum  atau sumber- sumber pembuatan hukum. Adapun hukum yang dihasilkan dapat berupa hukum pasti (Qoth'i) dan hukum keras (Dhonni).

Al Quran dan Al Hadits, berdasarkan kesepakatan ulama, merupakan sumber hukum yang pertama dan paling utama. Pasalnya, keduanya merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk memperbaiki semua aspek kehidupan manusia di muka bumi untuk memperoleh kehidupan yang bahagia di dunia maupun akhirat.

Al Quran 
Al Quran merupakan wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril yang terkumpul dalam sebuah buku yang di awali dengan surah Al Fatihah dan diakhiri dengan surah An Nas.

Barangsiapa yang berpegang teguh kepada Al Quran maka sesungguhnya dia akan memperoleh kehidupan yang bahagia serta akan terpenuhi segala keperluannya karena Al Quran merupakan satu- satunya wahyu yang murni dari Allah Swt dan selamanya wahyu ini dijaga kemurnian dan keasliannya. 

Al Quran sebagai sumber hukum yang pertama dan utama yang sangat kuat sebagai dalil (hujjah) dan tidak ada perselisihan pendapat diantara kaum muslimin. Sebagai bukti bahwa Al Quran datangnya dari Allah Swt adalah ketidaksanggupan  orang yang ingin membuat tandingannya, meskipun mereka adalah sastrawan Arab yang sangat pandai. Nabi Saw, menyampaikan bahwa Al Quran tidak dapat disamai dengan akal manusia. Seperti termaktub dalam QS Al Isra' ayat 88 yang menerangkan hal tersebut,

 قُلْ لَّٮِٕنِ اجۡتَمَعَتِ الۡاِنۡسُ وَالۡجِنُّ عَلٰٓى اَنۡ يَّاۡتُوۡا بِمِثۡلِ هٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لَا يَاۡتُوۡنَ بِمِثۡلِهٖ وَلَوۡ كَانَ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ ظَهِيۡرًا

Artinya :
Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain."

Orang- orang kafir malahan menuduh Nabi Saw bahwa beliaulah yang membuat Al Quran, maka kemudian turunlah Firman Allah Swt melalui QS Yunus ayat 39,

اَمۡ يَقُوۡلُوۡنَ افۡتَـرٰٮهُ‌ ؕ قُلۡ فَاۡتُوۡا بِسُوۡرَةٍ مِّثۡلِهٖ وَادۡعُوۡا مَنِ اسۡتَطَعۡتُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ اِنۡ كُنۡتُمۡ صٰدِقِيۡ


Artinya :
Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah, "Buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (Al-Qur'an), dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar."

Isi dan Pokok Kandungan Al Quran 
Ada tiga isi dan kandungan pokok Al Quran yaitu :
Hukum I'tiqadiyyah, yaitu hukum yang berkaitan dengan kewajiban manusia untuk mempercayai adanya Allah, para malaikat,kitab- kitab,  para rasulnya dan hari pembalasan (kiamat). Hukum ini disebut dengan hukum iman.

Hukum Akhlaq, yaitu hukum yang berkaitan dengan kewajiban manusia untuk menghiasi dirinya dengan perilaku yang dapat mengangkat kemuliaan dirinya dan menjauhkan diri dari sikap- sikap yang dapat menghinakan lagi tercela. 

Hukum Amaliyah, yaitu hukum yang berkaitan dengan perkataan, perbuatan, perjanjian,- perjanjian dan muamalah (kerjasama) antarsesama manusia. Hukum amaliyah sendiri dibagi menjadi dua yaitu hukum ibadah, seperti ibadah shalat, puasa, zakat dan haji (ibadah khusus) dan hukum muamalah  yaitu mengatur ibadah umum yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia seperti hukum keluarga, hukum privat, hukum pidana, hukum acara, hukum perundang- undangan, hukum ekonomi dan keuangan. 

Al Hadits
Hadits merupakan perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang datangnya dari Nabi Saw. Ada tiga jenis hadits yaitu hadits Qauliyah (perkataan nabi), hadits Fi'liyyah (perbuatan nabi) dan hadits Taqriyyah (ketentuan nabi).

Hadits disepakati oleh para ulama sebagai sumber hukum kedua setelah Al Quran. Hal ini didasarkan pada dalil sebagai berikut :
a. Dalil Al Quran 
Dalam Al Quran banyak didapati ayat- ayat yang mengharuskan orang- orang muslim untuk berpegang teguh pada apa yang menjadi perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Saw. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS Ali Imron ayat 32, 

قُلۡ اَطِيۡعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوۡلَ‌‌ ۚ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الۡكٰفِرِيۡنَ

Artinya,
Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir."

b. Hadits Nabi
Rasul telah mewajibkan  para umatnya untuk senantiasa mengikuti apa yang beliau  katakan, perbuat dan tetapkan, karena apa yang ada pada diri rasul itu berasal dari Allah Swt. 

c. Ijma'
Ijma' merupakan kesepakatan para sahabat. Pada masa Nabi Saw, para sahabat selalu mengikuti apa yang diperintahkan oleh Nabi Saw dan menjauhi segala yang dilarang dengan tidak membedakan antara kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dan ketetapan oleh Nabi Saw.

Pada saat Nabi Saw wafat, para sahabat selalu menghukumi sesuatu dengan Al Quran dan Hadits yang telah ditentukan oleh Nabi Saw. Para sahabat akan bertanya kepada sahabat lainnya apabila mereka lupa atau tidak mengetahui sunnah yang dikeluarkan oleh Nabi Saw. 

d. Logika
Al Quran mensyariatkan kewajiban kepada manusia umumnya adalah secara global, kemudian Nabi Saw memberikan penjelasan tentang kewajiban tersebut dengan bahasa atau tindakan beliau sendiri tentang tata cara melaksanakan kewajiban tersebut sehingga dapat dilaksanakan secara benar oleh orang- orang muslim. 

Fungsi Hadits
Adapun fungsi hadits terhadap Al Quran adalah sebagai berikut :
  • Menguatkan hukum yang telah ditetapkan oleh Al Quran, misalnya hukum tentang perintah shalat
  • Memberi penjelasan tentang hukum Al Quran yang masih global , seperti larangan memukul orang tua dan sebagainya.
  • Memberikan princian tentang tata cara melaksanakan hukum yang telah dijelaskan oleh Al Quran, misalnya tentang tata cara melaksanakan shalat dan sebagainya 
  • Membatasi jumlah kewajiban yang telah dijelaskan Al Quran dengan perintah yang mutlak, misalnya pembagian jumlah harta warisan yang ditinggalkan 
  • Mengkhususkan keumuman Al Quran, seperti larangan di dalam Al Quran memakan bangkai, namun Nabi Saw mengkhususkannya selain bangkai ikan dan belalang.
  • Menciptakan hukum baru yang tidak ada dalam Al Quran , misalnya Nabi Saw melarang untuk memakan binatang buas yang memiliki taring. 

Ijtihad
Ijtihad dalam segi bahasa berarti sungguh- sungguh, giat, tekun, dan gigih. Sedangkan berdasarkan istilah, ijtihad artinya mencurahkan dalam segala kemampuan berfikir dan tenaganya untuk menggali dan mengeluarkan hukum dari dalil- dalil yang ada dalam Al Quran dan Al Hadits. 

Seluruh ulama sepakat bahwa ijtihad dapat dipakai sebagai sumber hukum apabila ijtihad tersbeut berkaitan dengan nash- nash hukum syariat yang sudah ditetapkan oleh Al Quran dan Al Hadits. Namun ketika ijtihad dilakukan atas hukum yang tertera di dalam Al Quran maupun Al Hadits, maka para ulama banyak yang berbeda pendapat. 

Orang yang melaksanakan ijtihad disebut Mujtahid. Untuk menjadi mujtahid, harus memenuhi persyaratan tertentu, diantaranya sebagai berikut :
  • Mengetahui ilmu bahasa Arab dan cabang- cabangnya, seeprti ilmu nahwu, sharaf, balaghah, manthiq
  • Mengetahui ilmu Al Quran dan cabang- cabangnya seperti ilmu asbabun nuzul, ilmu tafsir, ilmu nasikh, ilmu ta'wil dan mengetahui ayat yang saling berhubungan antara ayat yang satu dengan lainnya.
  • Mengetahui ilmu hadits dan cabang- cabangnya yaitu asbabul wurud, kedudukan hadits, sanad- sanad perawi hadits, dan ilmu jarhu wa ta'dil dan sebagainya.

Demikian tentang Hukum Islam, Pengertian dan Sumber- Sumbernya. Semoga tulisan di atas bermanfaat bagi teman- teman yang sedang belajar materi tersebut. 

Sumber tulisan :
Buku Paket SMA Kelas X Tim Penyusun H. Mustahadi, dkk. 


Formulir Kontak