Mengenal Kebijakan- Kebijakan Gubernur Jenderal Daendels di Indonesia pada Abad ke-19
Teman- teman, tahukan kalian bahwa pada awal abad ke 19, terjadi berbagai
rentetan peristiwa di bumi Indonesia. Yap benar, pada masa itu Indonesia masih
berada di bawah cengekraman imperialisme dan kolonialisme dari kaum penjajah.
Diawali dengan perserikatan dagang Belanda, dikenal dengan VOC pada akhir abad
ke-18 yang mengeruk sumber daya Indonesia untuk keuntungan mereka. Hal itu
mengakibatkan rakyat semakin menderita dengan berbagai kebijakan- kebijakan
VOC yang dinilai sangat merugikan kaum pribumi. Kemudian kebangkrutan
VOC yang diakibatkan oleh beberapa sebab seperti korupsi dan kehidupan yang
mewah para pegawainya.
Tulisan lengkap tentang kebangkrutan VOC dapat kalian baca melalui artikel
sebelumnya dalam sejarah VOC: Latar Belakang, Hak dan Wewenang serta penyebab
kemundurannya.
Setelah kebangkrutan VOC yang memaksa dibubarkannya organisasi tersebut,
ternyata ada rangkaian peristiwa lain yang terjadi, yaitu polemik Hindia
Belanda dan Republik Bataaf oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels
dengan kebijakan- kebijakannya yang merugikan dan menyengsarakan rakyat
Indonesia.
Pendudukan Hindia Belanda, Republik Bataaf dan Inggris di Indonesia
Pada awal tahun 1795, pasukan Prancis menyerbu Belanda. Raja Willem V kemudian
melarikan diri ke Inggris. Akhirnya Belanda pun dikuasai Prancis
dan terbentuklah Republik Bataaf (1795-1806) yang merupakan bagian dari
Prancis. Kebijakan- kebijakan Republik Bataaf yang digunakan untuk mengatur
pemerintahan di Hindia masih terpengaruh oleh Prancis. Republik Bataaf
kemudian mengutus Herman Williem Daendels dan Jan Willem Janssen (1811)
untuk menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia.
Kebijakan Pemerintah Herman Williem Daendels
Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal memerintah di Nusantara pada
tahun 1808-1811 dengan tugas utama mempertahankan Jawa agar tidak dikuasai
oleh Inggris. Selain memperkuat pertahanan, Deandels juga harus memperbaiki
administrasi pemerintahan, memperbaiki kehidupan sosial ekonomi di Nusantara
khususnya di tanah Jawa.
Deandels merupakan seorang patriot yang berpandangan liberal yang ideologinya
banyak dipengaruhi oleh ajaran Revolusi Perancis. Ia selalu menggebu dalam hal
kemerdekaan, persamaan dan
persaudaraan sehingga dalam praktinya ia ingin memberantas praktik-praktik
yang dinilai feodalistik yang mengakar dalam budaya Indonesia. Hal ini
dimaksudkan
agar masyarakat lebih dinamis dan produktif untuk kepentingan Republik Bataaf
dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sekaligus membatasi hak-hak para
bupati yang terkait dengan penguasaan atas tanah dan penggunaan tenaga rakyat.
Dalam tugasnya Daendels melakukan beberapa langkah strategis, terutama
menyangkut bidang pertahanan-keamanan, administrasi pemerintahan, dan sosial
ekonomi
Bidang Pertahanan dan Keamanan
Untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendels melakukan
langkah-langkah:
(a) membangun benteng-benteng pertahanan baru
(b) membangun pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon
(c) merekrut orang- orang pribumi untuk meningkatkan jumlah tentara
(d) membangun jalan raya dari Anyer, Provinsi Banten sampai Panarukan ujung
timur Pulau Jawa sepanjang kurang lebih 1.100 km.
Pada pembangunan jalan raya maupun pangkalan militer, Daendels mengerahkan
rakyat untuk kerja rodi yang membuat rakyat menjadi semakin menderita,
dan bahkan menyebabkan banyak rakyat yang menjadi korban.
Bidang Politik dan Pemerintahan
Daendels juga melakukan berbagai perubahan di bidang pemerintahan dengan cara
melakukan campur tangan dan perubahan dalam tata cara dan adat istiadat di
kerajaan-kerajaan di Jawa. Sebagai contoh Daendels tidak mau menjalani
seremoni yang biasa dilakukan di lingkungan keraton misalnya menolak tata
krama saat bertemu raja dengan memberi hormat, memakai payung emas, melepas
topi, dan juga posisi tempat duduk yang harus lebih rendah dari raja yang
dilakukan oleh para pejabat VOC sebelumnya. Ia harus pakai payung emas, duduk
di kursi sama tinggi dengan raja, dan tidak perlu membuka topi. Sunan
Pakubuwana IV dari Kasunanan Surakarta terpaksa menerima, tetapi Sultan
Hamengkubuwana II menolaknya. Penolakan Hamengkubuwana II terhadap kebijakan
Daendels menyebabkan terjadinya perseteruan antara kedua belah pihak yang
menjadikan benih-benih nasionalisme tumbuh di lingkungan Kasultanan
Yogyakarta.
Daendels berhasil mempengaruhi Mangkunegara II untuk membentuk pasukan “Legiun
Mangkunegara” dengan kekuatan 1.150 orang prajurit untuk memperkuat
kedudukannya di Jawa. Pasukan ini dibentuk untuk membantu pasukan Deandels
apabila terjadi perang sewaktu-waktu. untuk membantu pasukan Daendels apabila
terjadi perang. Selain itu Daendels juga mulai melakukan intervensi terhadap
pemerintahan di Kasunanan Surakarta dan juga Kasultanan Yogyakarta.
Berikut beberapa tindakan Daendels untuk memperkuat kedudukannya di Nusantara
:
(a) membatasi kekuasaan raja-raja di Nusantara secara ketat
(b) menerapkan pemerintahan secara sentralistik yang kuat dengan membagi
Pulau Jawa menjadi 23 wilayah besar (hoofdafdeeling) atau keresidenan
(residentie). Tiap karesidenan dapat dibagi menjadi beberapa kabupaten
(regentschap). Adapun Karesidenan yang dibagi Deandels meliputi :
1. Tegal
2. Bagelen
3. Banyumas
4. Cirebon
5. Priangan
6. Karawang
7. Buitenzorg (Bogor)
8. Banten
9. Batavia (Jakarta)
10. Surakarta
12. Banyuwangi
13. Besuki
14. Pasuruan
15. Kediri
16. Surabaya
17. Rembang
18. Madiun
19. Pacitan
20. Jepara
21. Semarang
11. Yogyakarta
22. Kedu
23. Pekalongan
(c) berdasarkan Dekrit 18 Agustus 1808, Daendels juga telah merombak Provinsi
Jawa Pantai Timur Laut menjadi 5 prefektur atau wilayah yang memiliki
otoritas dan 38 kabupaten. Akibat kebijakan ini, Kerajaan Banten dan Cirebon
dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial
(d) bupati sebagai penguasa tradisional diubah kedudukannya menjadi pegawai
pemerintah kolonial yang digaji. Namun demikian para bupati masih memiliki
hak-hak feodal tertentu.
Bidang Peradilan
Daendels melakukan perbaikan di bidang peradilanUntuk memperlancar jalannya
pemerintahan dan mengatur ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.
(a) Daendels membentuk tiga jenis peradilan yaitu
(1) peradilan untuk orang Eropa
(2) peradilan untuk orang-orang Timur Asing
(3) peradilan untuk orang-orang pribumi yang dibentuk di setiap prefektur,
misalnya di Batavia, Surabaya, dan Semarang
(b) peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu terhadap siapa
saja termasuk orang-orang Eropa, dan Timur Asing.
Bidang Sosial Ekonomi
Ditugaskannya Daendels sebagai Gubernur Jenderal juga diberikan mandat untuk
memperbaiki keadaan di Tanah Hindia disamping mengumpulkan dana untuk
pembiayaan perang. Daendels pun melakukan berbagai kebijakan kolonial dalam
bidang sosial dan ekonomi yang dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah
diantaranya :
- Melakukan penggabungan banyak daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial dengan cara memaksakan berbagai perjanjian dengan penguasa Surakarta dan Yogyakarta
- Meningkatkan pendapatan uang dengan cara pemungutan pajak dan penjualan tanah kepada pihak swasta
- Melakukan peningkatan penanaman tanaman yang hasilnya laku di pasaran dunia
- Mewajibkan rakyat menyerahkan hasil pertaniannya
- Melakukan penjualan tanah-tanah kepada pihak swasta
Akan tetapi Deandels dinilai gagal dalam menjalankan misinya mempertahankan
Pulau Jawa dari Inggris selama tiga tahun memerintah di Hindia Belanda.
Beberapa program yang dijalankannya pun dianggap merugikan pemerintah karena
praktik korupsi yang makin menjadi. Pada akhirnya ia dipanggil untuk kembali
ke negaranya dan digantikan Gubernur Jenderal Jan Willem Janssen.
Itulah Kebijakan Pemerintah Herman Williem Daendels dalam Berbagai Bidang,
Pertahanan dan Keamanan, Politik dan Pemerintahan, Peradilan, serta Sosial
Ekonomi yang hampir semuanya dinilai gagal oleh pemerintah Republik
Bataaf.
Semoga Bermanfaat.