Segala bentuk organisasi kebangsaan yang telah berdiri sejak zaman kolonial Belanda pada masa pendudukan Jepang dibubarkan dan dilarang.
Undang- Undang Bala Tentara Jepang nomor 2 tanggal 8 Maret 1942 menyebutkan adanya pelarangan bagi bangsa Indonesia untuk berserikat dan berkumpul. Bentuk pelanggaran atas hal ini akan ditindak tegas oleh Kempeitai atau Dinas Polisi Rahasia Jepang dengan melakukan hukuman yang kejam.
Para pemimpin organisasi yang telah dibubarkan akan diawasi dan geraknya dicurigai. Pada masa itu, Jepang sudah menelisik data- data yang berisikan semua dokumen tentang keadaan di zaman Hindia Belanda termasuk situasi politik dan para pemimpin yang ada di dalamnya.
Seluruh organisasi pergerakan dibubarkan kecuali golongan Islam yang mendapatkan perlakuan khusus. Golongan Islam tersebut mendapatkan perlakukan khusus karena sikap yang antibarat.
Ada beberapa organisasi politik yang berkembang pada masa pendudukan Jepang diantaranya berikut ini,
Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)
Salah satu organisasi Islam yang yang masih diperbolehkan adalah Majelis Islam A'la Indonesia ( MIAI). MIAI diririkan pada tahun 1937 di surabaya dengan tokoh pendiri K.H Mas Mansur dan kawan- kawannya.
Semula, organisasi MIAI diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang, karena gerakannya yang antibarat dan hanya bergerak dalam bidang amal serta penyelenggaraan hari- hari besar Islam. Alasan lain diizinkannya MIAI oleh Jepang adalah bahwa para kiai tidak membahayakan pendudukan Jepang di Indonesia sebagaimana organisasi lain yang berdiri seperti Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah yang berpusat pada bidang kerohanian dan sosial.
Jepang pada awal pendudukan membentuk bagian pengajaran dan agama yang dipimpin oleh Kolonel Horie. Kolonel Horie kemudian mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama di Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut, Kolonel Horie meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan- kegiatan yang bersifat politik. Permintaan tersebut akhirnya disetujui oleh peserta pertemuan. Pertemuan berlanjut pada akhir Desember 1942 dengan mengundang 32 kiai di seluruh jawa Timur untuk menghadap Letnan Jenderal Imamura dan Gunseikan, Mayor Jenderal Okasaki.
Dalam pertemuan tersebut, Jepang tetap menghargai Islam dan akan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan.
MIAI dipandang sebagai satu- satunya wadah bagi organisasi gabungan Islam. Akan tetapi, organisasi ini baru diakui oleh Jepang setelah anggaran dasar diubah, khususnya pada bagian asas dan tujuannya.
Perubahan pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan kalimat, " pekerjaan membangun masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon."
Akan tetapi, perkembangan MIAI yang masif membuat para tokohnya juga diawasi secara ketat hingga akhirnya dibubarkan pada Oktober 1943.
Setelah MIAI dibubarkan, berdirilah organisasi penggantinya yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Meskipun Jepang telah melarang adanya organisasi yang memungkinkan para anggotanya berserikat dan berkumpul, namun para tokoh pergerakan tetap melakukan perjuangan untuk Indonesia merdeka.
Masyumi disahkan oleh Gunseikan pada tanggal 22 Nopember 1943 dengan kepengurusan sebagai berikut :
- Ketua : K.H Hasyim As'ari
- Wakil dari Muhamadiyah : K.H Mas Mansuir, K.H Farid Ma'ruf, K.H Mukti, K.H hasyim, dan Kartosudarmo.
- Wakil dari NU : K.H nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H Mochtar.
Beberapa sikap diambil oleh para tokoh pergerakan baik sikap radikal maupun sikap kooperatif dalam perjuangannya. Sikap kedua inilah yang kemudian dijadikan pilihan. Pasalnya, mereka dapat bekerja sama dengan pemerintah Jepang dan berada di jajaran badan- badan bentukan Jepang.
Gerakan 3A
Gerakan 3A merupakan organisasi propaganda untuk kepentingan perang Jepang. Berikut sekilas tentang gerakan 3A,
- Pimpinan : Mr. Sjamsuddin
- Tujuan : Agar rakyat dengan sukarela menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang
- Semboyan : Nippon cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia
Untuk mendukung gerakan 3A ini, maka dibentuklah Barisan Pemuda Asia Raya yang dipimpin oleh Sukarjo Wiryopranoto. Selain itu, penyebarluasan propaganda juga dilakukan melalui surat kabar Asia Raya.
Gerakan 3A kemudian dibubarkan pada tanggal 20 Nopember 1942. Penyebab utamanya adalah rakyat yang kehilangan simpati dan meninggalkan organisasi tersebut.
Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
Pusat tenaga Rakyat (Putera) merupakan organisasi baru yang digagas oleh empat serangkai yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, Ki Hajar Dewantara dan Mas Mansur.
Ada dua versi tujuan Putera, versi Ir. Soekarno dan versi Jepang. Tujuan dari Putera versi Ir. Soekarno adalah untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang dirobohkan oleh Imperialisme Belanda. Sementara itu, tujuan Putera versi Jepang adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu perang Jepang.
Berkaitan dengan tujuan tersebut, maka dibentuklah macam- macam kegiatan yang harus dilakukan sebagaimana tercantum dalam peraturan dasarnya. Adapun tugas yang diemban adalah sebagai berikut :
- Memengaruhi rakyat agar memiliki rasa tanggung jawab untuk menghapus pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda
- Memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang
- Mengintensifkan pelajaran - pelajaran bahasa Jepang
Berdasarkan tugas- tugas tersebut, Putera dibentuk untuk membujuk para kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektual agar mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk membantu Jepang dalam mensukseskan Perang Asia Timur Raya.
Dalam Putera, terdapat susunan pemimpin pusat dan pemimpin daerah. Pemimpin pusat terdiri atas pejabat usaha budaya dan pejabat bagian propaganda.
Penyebab Kemunduran Putera
Organisasi Putera lambat laun mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya,
- Keadaan sosial masyarakat di daerah yang masih miskin dan terbelakang khususnya dalam pendidikan sehingga kurang maju dan dinamis.
- Keadaan ekonomi masyarakat yang kurang mampu sehingga menyebabkan mereka tidak dapat membiayai organisasi tersebut.
Putera dalam perkembangannya lebih banyak dimanfaatkan untuk perjuangan dan kepentingan bangsa Indonesia. Jepang akhirnya membubarkan Putera dan menggantinya dengan organisasi baru yaitu Jawa Hokakai.
Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)
Jawa Hokakai didirikan pada 1 Januari 1944 dengan pimpinan pusat Kepala Pemerintahan Militer Jepang (Gunseikan). Pengumuman berdirinya Jawa Hokokai sendiri langsung dilakukan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada.
Sebelum didirikannya Jawa Hokokai, Jepang terlebih dahulu meminta pendapat dari empat serangkai. Jepang mengajukan alasan dibentuknya organisasi baru untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala kekuatan rakyat demi kepentingan Perang Asia Timur Raya. Adapun dasar dari organisai berau ini adalah untuk pengorbanan dalam hokoseiskin atau semangat kebaktian yang meliputi nilai pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti.
Latar Belakang Jawa Hokokai
Latar belakang berdirinya Jawa Hokokai adalah bahwa Jepang menyadari bahwa organisasi Putera lebih cenderung dipergunakan bangsa Indonesia dalam kepentingannya daripada pihak Jepang. Oleh karena itu, Jepang kemudian membentuk organisasi baru yang lebih mencakup semua golongan masyarakat termasuk golongan Arab dan Cina.
Jawa Hokokai merupakan organisasi yang para anggotanya terdiri atas bermacam- macam hokokai dengan berbagai profesi seperti dokter, guru, kalangan pekerja dan sebagainya.
Wadah untuk para guru bergabung dalam Kyoiku Hokokai yaitu kebaktian para pendidik. Para dokter bergabung dalam wadah Izi Hokokai atau kebaktian para dokter. Selain itu, beberapa anggota istimewa yang terdiri dari organisasi wanita (Fujinkai), Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso), Tata usaha Pembantu Prajurit Peta dan Heiko (Boei Engokai) dan hokokai perusahaan.
Sebagai organisasi resmi pemerintah Jepang, kepemimpinan Jawa Hokokai di tingkat pusat dipegang oleh Gunseikan sedangkan untuk tingkat daerah diserahkan pada Shucokan atau Kuco.
Kegiatan Jawa Hokokai
Kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana yang terdapat dalam anggaran dasar adalah sebagai berikut :
- Melaksanakan segala sesuatu dnegan nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.
- Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan antarsegenap bangsa.
- Memperkukuh pembelaan tanah air
- Memperteguh kehidupan pada masa perang.
Anggota Jawa Hokokai
Anngota Jawa Hokokai bagi bangsa Indonesia disyaratkan berusia minimal 14 tahun. Sedangkan anggota dari bangsa Jepang berasal dari pegawai negeri, dan kelompok profesi lainnya.
Jawa Hokokai berperan sebagai pelaksana utama usaha pengerahan barang- barang dan padi hingga pada tahun 1945, smeua kegiatan pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan oleh Jawa Hokokai sehingga organisasi ini bertugas sebagai alat kepentingan Jepang.
Cuo Sangi In ( Badan Pertimbangan Pusat)
Pembentukan Cuo Sangi In dilatarbelakangi oleh protesnya kaum nasionalis Indonesia terhadap Jepang. Pasalnya, Jepang pernah memberikan janji kemerdekaan kepada Filipina dan Burma namun tidak melakukan hal tersebut kepada Indonesia.
Oleh karena itu, PM Tojo kemudian membuat kebijakan sebagai berikut,
- Pembentukan Dewan Pertimbangan Pusat ( Cuo Sangi In)
- Pembentukan Dewan Pertimbangan Karesidenan (Shu Sangi Kai) atau daerah
- Pengangkatan tokoh- tokoh Indonesia menjadi penasehat dalam berbagai departemen
- Pengangkatan orang Indonesia dalam pemerintahan dan organisasi resmi lain.
Pembentukan Cuo Sangi In dan Shu Sangi Kai didasarkan pada Osamu Serei No. 36 dan 37 Tahun 1943 oleh Kumakichi Harada . Cuo Sangi In berada dalam pengawasan Saiko Shikikan atau Pemerintahan tentara Keenambelas yang bertugas menjawab pertanyaan Saiko Shikikan dalam hal politik dan pemerintah.
Cuo Sangi In juga memiliki hak untuk membahas pengembangan pemerintah militer, mempertinggi derajat rakyat, penanganan pendidikan dan penerangan, masalah ekonomi dan industri, kemakmuran dan bantuan sosial serta kesehatan.
Anggota Cuo Sangi In
Anggota Cuo Sangi In terdiri atas 43 orang dimana 23 orang diangkat oleh Saiko Shikikan, 18 orang dipilih oleh anggota Shu Sangi Kai, dan dua orang anggota dari daerah Yogyakarta dan Surakarta.
Anggota Cuo Sangi In dilantik pada tanggal 17 Oktober 1943 dengan susunan keanggotaan sebagai berikut :
- Ketua : Ir. Soekarno
- Wakil : M.A.A Kusumo Utoyo dan Dr. Boentaran Martoatmodjo
Pemerintah Jepang tetap mengawasi Cuo Sangi In dengan ketat agar tidak dimanfaatkan untuk perjuangan bangsa Indonesia.
Itulah dafatr organisasi politik pada masa pendudukan Jepang. Selamat belajar sejarah dan semoga bermanfaat.
Salam.
No comments:
Post a Comment