Meskipun pelaksanaan sistem tanam paksa membawa keuntungan yang besar bagi
Belanda hingga dapat memperbaiki perekonomian negaranya, namun tidak semua
kalangan setuju dengan pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Timbullah
kalangan yang berpandangan pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut.
Kelompok pro yang mendukung adanya sistem tanam paksa sebagian besar berasal
dari kalangan pemerintah dan kelompok konservatif. Kelompok ini berpendapat
bahwa sistem tanam paksa membawa keuntungan yang besar bagi para pemegang
saham NHM (Nederlansche Handel Matschappij) sebagai pihak yang mendapat hak
monopoli untuk mengangkut hasil - hasil tanaman yang diperoleh dari sistem
tanam paksa dari Hindia Belanda ke Eropa.
Gambar oleh Nick dari Pixabay |
Sedangkan pihak yang menentang sistem tanam paksa merupakan kelompok yang
bersimpati terhadap penderitaan kaum pribumi yang sebagian besar terdiri dari
kalangan agamawan dan penganut asas liberalisme. Kaum liberal ini berpendapat
bahwa pemerintah seharusnya tidak ikut dalam urusan ekonomi, yang sepatutnya
menjadi urusan pihak swasta.
Latar Belakang Sistem Politik Liberal
Pandangan liberal semakin kuat dalam menanamkan pengaruhnya kepada pemerintah
sehingga membuat pemerintah Belanda mulai goyah dalam pendiriannya. Hal
tersebut diperkuat dengan kemenangan politik di parlemen (Staten Generaal) yang memiliki kewenangan lebih besar dalam urusan tanah jajahan.
Sistem liberal menuntut adanya perubahan dan pembaruan seperti pengurangan
pemerintah dalam kegiatan ekonomi. Dalam hal iin pihak swasta-lah yang akan
mengatur kegiatan ekonomi. Peran pemerintah hanyalah sebagai pembuat regulasi
hukum, pelindung warga, dan membangun sarana prasarana untuk memperlancar
aktivitas masyarakat.
Terbitnya dua buku yaitu Max Haveelar dan
Suiker Contractor mendorong pelaksanaan tanam paksa diakhiri. Kritik
keras yang dilontarkan kedua buku tersebut memicu penolakan tanam paksa oleh
kalangan umum. Pada akhirnya tanam paksa dihapus dan digantikan oleh sistem
politik ekonomi liberal.
Penerapan sistem politik ekonomi liberal tidak terlepas dari perjanjian atau
kesepakatan dalam Traktat Sumatra antara Belanda dan Inggris yang
dijelaskan bahwa :
Belanda mendapat kesempatan untuk meluaskan wilayahnya sampai Aceh dengan balasan penerapan ekonomi liberal pada tanah jajahannya dapat dilakukan sehingga Inggris selaku pihak swasta dapat menanamkan modal pada tanah jajahan Belanda di Hindia.
Ketentuan Sistem Politik Ekonomi Liberal
Sistem politik ekonomi liberal memberikan ruang bagi pihak swasta untuk ikut
mengembangkan sistem perekonomian di tanah jajahan Belanda, oleh karenanya
pihak Belanda juga membuat ketentuan- ketentuan yang mengatur pelaksanaan
sistem politik ekonomi liberal tersebut, diantaranya :
- Disahkannya Undang- undang Undang-Undang Perbendaharaan Negara (Comptabiliet Wet) yang termaktub bahwa setiap anggaran belanja Hindia Belanda harus diketahui dan disahkan oleh parlemen.
- Dikeluarkannya Undang-Undang Gula (Suiker Wet) yang mengatur tentang monopoli tanaman tebu oleh pemerintah. Pengaturan oleh pemerintah tersebut secara bertahap akan diserahkan kepada pihak swasta.
- Disahkannya Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870 yang mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan.
Ketentuan Undang Undang Agraria
Berkaitan dengan Undang- Undang Agraria, ada beberapa ketentuan yang
ditegaskan antara lainnya
- Pembagian tanah di negeri jajahan di Hindia Belanda menjadi dua bagian yaitu pertama, tanah milik penduduk pribumi yang berupa persawahan, kebun, ladang dan sebagainya, dan kedua, tanah pemerintah berupa hutan, pegunungan dan tanah yang tidak termasuk tanah penduduk pribumi.
- Penerbitan surat bukti kepemilikan tanah dilakukan oleh Pemerintah.
- Tanah- tanah milik pemerintah maupun tanah milik penduduk dapat disewakan dengan ketentuan bahwa tanah pemerintah dapat disewakan sampai 75 tahun sementara tanah penduduk dapat disewa selama lima tahun sampai dengan tiga puluh tahun.
Era Imperialisme Modern
Sistem politik pintu terbuka mengakibatkan pihak swasta memasuki tanah jajahan
di Hindia Belanda dan mulailah mengeksploitasi tanah jajahan. Hal inilah
secara tidak langsung memulai era imperialisme modern dan berkembangnya
kapitalisme di Hindia Belanda.
Tanah jajahan di Hindia Belanda merupakan tempat untuk mendapatkan bahan
mentah untuk kepentingan industri di Eropa, dan tempat penanaman modal asing.
Selain itu juga sebagai tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari
Eropa dan penyedia tenaga kerja yang murah.
Melalui sistem politik pintu terbuka inilah usaha perkebunan yang mencakup
tanaman perkebunan seperti tebu, tembakau, kopi, teh, kina kelapa sawit dan
karet semakin berkembang. Hal ini tentu meningkatkan ekspor ke luar
negeri.
Pembangunan Sarana dan Prasarana
Sarana prasarana pun dibangun seperti jalan, jembatan, jalur kereta api bahkan
saluran irigasi untuk membantu kelancaran pengangkutan hasil perkebunan dari
wilayah terpencil ke daerah pelabuhan atau pantai. Beberapa sarana
prasarana yang dibangun diantaranya :
Gambar oleh Peter H dari Pixabay |
Jalur Kereta Api
Jalur kereta api pada tahun 1873 yaitu pertama kali di Jawa, antara Semarang
dan Yogyakarta, diikuti Batavia dan Bogor dan jalur Surabaya - Malang.
Pembangunan jalur kereta api juga dilakukan di wilayah Sumatra pada akhir abad
ke-19. Selain untuk kepentingan ekonomi, pembangunan jalur kereta api di
Sumatra juga dimaksudkan untuk tujuan politik dan militer seperti pada
pembangunan jalan kereta api di wilayah Aceh sebagai daerah yang akan
dikuasai. Sementara itu jalur kereta api juga ditujukan untuk kepentingan
pertambangan seperti pada daerah Sumatra Barat dengan pertambangan
batubaranya.
Pelabuhan - Pelabuhan
Pelabuhan- pelabuhan dibangun untuk mendukung sistem politik pintu terbuka
seperti pembangunan pelabuhan di beberapa wilayah yaitu pelabuhan Tanjung
Priok di Batavia, Pelabuhan Belawan di Sumatra Timur dan Pelabuhan Teluk Bayur
di Padang.
Penderitaan Rakyat
Meskipun sistem telah berubah namun rakyat tetap mengalami penderitaan atas
kebijakan yang diambil pemerintah Hindia Belanda. Hal itu dapat terlihat dari
beberapa bukti berikut :
- Pembangunan sarana dan prasarana yang terus dilakukan melibatkan kerja paksa rakyat
- Rakyat tetap dibebani dengan pembayaran pajak sedangkan penghasilan dari hasil pertanian semakin menurun
- Rakyat tidak dapat berbuat banyak saat mengalami kemunduran dalam pembuatan barang barang kerajinan yang didesak oleh alat- alat yang lebih maju.
- Alat transportasi semakin maju sehingga meminggirkan alat transportasi tradisional yang dikeola masyarakat seperti dokar ataupun gerobak.
Itulah penerapan sistem politik ekonomi liberal di Indonesia yang ternyata
membawa dampak untuk bangsa Indonesia di masa penjajahan. Masih adakah
bangunan peninggalan masa itu saat ini? Yuk share di kolom komentar yaa...
Salam.
No comments:
Post a Comment