Kedatangan bangsa barat ke wilayah timur khususnya Indonesia pada awalnya bertujuan untuk mencari rempah- rempah yang akan diperdagangkan. Pada awal kedatangannya, mereka mendapat tanggapan yang baik dari bangsa Indonesia, namun lambat laun sikap angkuh dan sombong serta ingin menguasai mulai ditampakkan, yang mengakibatkan penderitaan bangsa Indonesia. HIngga pada akhirnya bangsa barat mendapat pertentangan dan perlawanan di berbagai wilayah. Perlawanan dimulai terhadap persekutuan dagang baik yang dijalankan oleh Portugis maupun Belanda dengan VOC-nya. Adapun perlawanan terjadi di berbagai wilayah seperti Maluku, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Jawa.
Perang Tidore - Portugis
Perang Tidore dan Portugis merupakan contoh perlawanan antara bangsa Indonesia melawan kongsi dagang bangsa barat di wilayah Indonesia timur. Perang ini terjadi pada tahun 1529 yang disebabkan oleh aksi Portugis merintangi perdagangan antara Banda dengan Tidore. Aksi tersebut dilakukan dengan cara menembaki perahu dari Banda yang akan membeli rempah- rempah berupa cengkih di Tidore. Tidore pun tidak menerima apa yang dilakukan oleh Portugis sehingga melakukan perlawanan.
Pada perang tersebut, Portugis mendapat kemenangan karena siasat mengadu domba antara kerajaan Ternate dan Tidore yang akhirnya Portugis mendapat dukungan dari kerajaan Bacan.
Sultan Hairun bersama rakyat kemudian setuju bersatu untuk menghancurkan Portugis dan mengobarkan perlawanan pada tahun 1565. Portugis-pun terdesak dan menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun dan Sultan menyetujui untuk dilakukan perundingan.
Perundingan Portugis dan Sultan Hairun dilakukan di Benteng Sao Paolo pada tahun 1570. Saat perundingan berlangsung, Portugis menerapkan siasat licik dengan menangkap dan membunuh Sultan Hairun. Rakyat Maluku pun marah dan melakukan perlawanan di bawah pimpinan Sultan Baabullah yaitu anak dari Sultan Hairun.
Ternate dan Tidore bersatu melawan Portugis, dan akhirnya dapat terusir dari Ternate pada tahun 1575. Portugis menetap di Ambon sebelum diusir oleh VOC pada tahun 1605 yang kemudian berlabuh ke daerah Timor Timur dan melakukan pendudukan wilayah tersebut.
Perlawanan Sultan Iskandar Muda Di Aceh
Portugis berkonflik dengan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1639). Pada masa itu Aceh sudah memiliki armada laut yang kuat hingga dapat mengangkut 800 prajurit. Wilayah Aceh terbentang sampai ke Sumatra Timur dan Sumatra Barat. Aceh pernah mencoba melakukan serangan terhadap Portugis namun gagal. Meskipun belum berbuah kemenangan, Aceh masih menjadi kerajaan yang merdeka.
Perlawanan Sultan Hasanuddin
Sultan hasanuddin berasal dari kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan yang oleh orang Belanda sering disebut dengan Ayam Jantan dari Timur. Hal itu bukan tanpa alasan, sebab, Sultan Hasanuddin terkenal gigih dan tangguh dalam melawan Belanda sehingga mereka gentar dan takut.
Belanda (VOC) menggunakan siasat adu domba dalam menghancurkan Sultan hasanuddin. VOC memanfaatkan situasi perselisihan antara kerajaan Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dengan Bone yang dipimpin oleh Aru Palaka. Atas dukungan VOC, Kerajaan Bone menang atas kerajaan Gowa pada tahun 1666. Kekalahan tersebut membuat Sultan hasanuddin menandatangani Perjanjian yang terkenal dengan nama Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.
Adapun isi dari Perjanjian Bongaya adalah sebagai berikut :
- Monopoli dagang rempah- rempah di Makasar diserahkan kepada Belanda
- Didirikannya benteng pertahanan di Makasar
- Keharusan Makasar untuk melepas daerah kekuasaan di luar Makasar
- Pengakuan Aru Palaka sebagai Raja Bone
Perjanjian tersebut memutus kerajaan Gowa sebagai kerajaan yang terkuat di Sulawesi yang akhirnya sulit untuk melakukan perlawanan terhadap VOC.
Perlawanan Raja Mataram terhadap VOC
Mataram merupakan kerajaan besar di Jawa tengah yang dipimpin oleh Sultan Agung. Pada awalnya Mataram dan VOC menjalin hubungan baik yang dibuktikan dengan pemberian izin untuk mendirikan benteng gudang untuk kantor dagang di Jepara tahun 1615. Sebagai imbal baliknya, Belanda juga memberikan hadiah berupa dua meriam untuk Mataram.
Namun, perselisihan terjadi karena sikap monopoli Belanda. Penyerangan Jepara oleh van der Marct atas perintah Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen pada tangga 8 November 1618 menyebabkan kerugian yang besar pada pihak Mataram sehingga memperuncing perselisihan antara Mataram dan Belanda.
Penyerangan Sultan Agung ke Batavia
Raja Mataram Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia sebanyak dua kali.
Serangan pertama Mataram ke VOC,
- Serangan dilakukan pada tahun 1628 yang dipimpin oleh Tumenggung Baurekso
- Tumenggung Baurekso tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628 yang kemudian disusul pasukan Tumenggung Sura Agul-Agul, dan kedua bersaudara yaitu Kiai Dipati Mandurejo dan Upa Santa.
- Serangan pertama mengalami kegagalan yang disebabkan oleh kurangnya perbelakan dan persenjataan Mataram yang kalah modern dibandingkan tentara Belanda
- Pasukan ditarik kembali ke Mataram pada tanggal 3 Desember 1628 dan terdapat kurang lebih 1000 prajurit Mataram gugur dalam medan pertempuran melawan Belanda.
Serangan kedua Mataram ke VOC,
- Serangan kedua dilakukan di bawah pimpinan Kyai Adipati Juminah, K.A Puger, dan K.A Purbaya.
- Kelemahan pada serangan pertama disikapi dengan persiapan lumbung makanan didirikan di berbagai tempat
- Serangan dimulai pada tanggal 1 Agustus sampai 1 Oktober 1629.
- Serangan kedua mengalami kegagalan akibat persediaan makanan yang banyak dihancurkan oleh Belanda sehingga memperlemah kekuatan Mataram.
Itulah berbagai perlawanan bangsa Indonesia terhadap persekutuan dagang asing pada masa kerajaan. Adakah lagi perlawanan yang belum sempat disebutkan diatas? Yuk tambahkan melalui kolom komentar ya..
Salam.
No comments:
Post a Comment