Akhir- akhir ini topik Full Day School menjadi sebuah topik yang hangat dibicarakan di berbagai media. Full Day School merupakan wacana yang baru saja didengungkan oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita yang baru, Muhadjir Effendy. Beliau mewacanakan proses belajar mengajar untuk tingkat SD dan SMP selama satu hari di sekolah yaitu dimulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 17.00.
Menurut Pak Menteri, konsep full day school pada dasarnya bertujuan
untuk menghindarkan siswa dari hal- hal yang negatif di luar lingkungan
sekolah. Dengan konsep full day atau satu hari penuh pembelajaran di sekolah, siswa tidak hanya menerima aktivitas akademis namun juga non akademis misalnya ekstra kurikuler.
Konsep full day school sebetulnya sudah diterapkan di beberapa sekolah di negara- negara maju dalam sistem pendidikannya misalnya di Korea, Amerika Serikat, dan Jepang. Di Indonesia sendiri beberapa sekolah swasta juga menggunakan metode full day school khususnya sekolah- sekolah swasta yang maju.
Namun bergulirnya wacana ini mengundang reaksi beragam dari masyarakat baik yang pro maupun kontra. Tentunya baik yang pro dan kontra memiliki pandangan sendiri- sendiri mengenai kelebihan dan kekurangan sistem ini.
ilustrasi/ Dok. Ahzaa |
Dalam segi akademis misalnya, sistem full day school memiliki berbagai kelebihan diantaranya dipadukannya sistem pengajaran intensif dengan menambah jam
pelajaran untuk pedalaman materi pelajaran, serta pengembangan dan
kreativitas. Selain itu sistem ini juga memungkinkan siswa memiliki waktu lebih banyak bersama orang tuanya khususnya pada hari Sabtu dan Minggu.
Namun terlepas dari kelebihan sistem full day school diatas harus diperhatikan juga kekurangan sistem ini bila diterapkan di sekolah- sekolah di negara kita. Belum semua sekolah di Indonesia memiliki fasilitas dan prasarana yang cukup untuk mengakomodasi sistem ini.
Dengan kondisi sarana dan prasarana sekolah yang kurang memungkinkan serta lamanya waktu belajar perharinya, malah akan membuat pembelajaran menjadi tidak efektif dan akibatnya siswa menjadi korban dari sistem pendidikan itu sendiri antara lain menjadi malas atau bosan dalam belajar.
Kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang sangat berbeda dengan masyarakat negara- negara maju juga menjadi faktor penting untuk diperhatikan. Dengan kondisi ekonomi negara kita yang berkembang, banyak siswa kita yang membantu ekonomi orang tua mereka sehabis sekolah. Tentu saja bila aturan tersebut diberlakukan, tidakkah hal tersebut menjadi tambahan beban bagi orang tua?
Selain itu dibeberapa daerah, siswa juga mengikuti pembelajaran lainnya setelah mereka pulang sekolah misalnya di madrasah atau taman pendidikan Al-Quran. Dengan diterapkannya wacana tersebut maka kita tidak akan melihat lagi anak- anak berbondong- bondong untuk sekolah sore untuk mengaji.
Nah, sahabat Ahzaa, bila kita melihat lebih jauh, sebenarnya belajar bisa dijalankan dimanapun baik di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal. Jadi pembelajaran tidak hanya dilakukan ketika siswa berada di sekolah, mereka harus diberikan kesempatan untuk memetik nilai- nilai atau pelajaran dari lingkungan mereka dirumah dan lingkungan tempat tinggal. Kebersamaan dan pantauan orang tua terhadap anaknya juga menjadi faktor penting dalam menanamkan nilai- nilai karakter anak. Dan yang terpenting jangan pernah mengorbankan anak karena sistem belajar yang kurang sesuai dengan kondisi masyarakat kita sekarang ini.
Dan semoga saja wacana ini hanyalah sebuah rencana yang akan dilaksanakan ketika semua infrastruktur dan sumber daya kita sudah siap menerima. Amin.
No comments:
Post a Comment